Hallo!
Ada yang bilang diam itu emas, silence is gold.
Sebetulnya bener gak sih statement itu?
Sebelum nemu jawabannya aku beberin dulu semua hasil
pengamatan aku (ciee).
Waktu SMP aku bukanlah orang
yang diam, atau hanya ‘berteman’ dengan buku, atau hanya mendengar mereka
bercerita dan atau tertawa ketika mereka melucu. Bukan seperti itu.
Bisa di bilang aku itu cukup
aktif, yah talkactive mungkin lebih tepatnya. Aku suka melucu, mungkin hampir
tiap hari, dan mereka selalu tertawa bahkan ada yang bilang sakit perut saking
lucunya, entahlah apa aku harus bangga atau menyesal yang jelas aku senang jika
mereka juga senang. Naif memang, sok suci. Tapi memang rasa senangnya beda
ketika oranglain tertawa karna kita.
Sampai pada suatu hari, waktu
itu aku masih kelas 2 dan saat itu sedang latihan mm boleh disebut
organisasinya? jangan deh, bisi malah jadi pencemaran nama baik. Kita sebut aja
itu forum. Di forum itu, kebetulan lagi santai dan pelatihnya mengusulkan untuk
main games. Gamesnya sederhana, hanya butuh selembar kertas dan sebatang pensil
atau pulpen. Kertas itu dibagi menjadi dua bagian, yang bagian kiri ditulis +
(plus), dan yang bagian kanan ditulis – (minus). Kalian mengerti maksudnya apa?
Oke aku jelasin, jadi bagian
kiri itu untuk kelebihan si pemilik kertas itu (oiya kertasnya dikasih nama
dulu), bagian kanan untuk kekurangan si pemilik kertas itu, kertasnya di
puterin dan si penilai nggak usah nulis namanya dia, jadi biar nggak ada yang
kesinggung.
Saatnya menilai. Setiap kertas
yang aku dapet aku berusaha untuk nulis bagian kiri (plus) sebanyak mungkin dan
sekecil apa pun kebaikan dia, dan bagian kanan aku berusaha untuk nulis sedikit
mungkin dan kalo bisa sih enggak. Mungkin kalian bakal nyangka aku sok suci,
caper, etc. Bukan. Aku cuma berharap, “semoga aja orang yang dapet kertas itu
berfikiran yang sama kayak aku.”
Setelah aku dapet kertasnya aku
liat bagian kiri lebih dulu, kebanyakan cuma ngisi 1 kata “baik”, mm okay
banyak makna dibalik baik itu, mungkin karna judulnya kebaikan ya dia tulis
baik, mungkin kalo namanya kecukupan mereka bakal nulis ‘cukup’ kali ya hehehe.
Ada beberapa komentar yang bikin aku ketawa “suka nganterin ke wc” hahaha,
makasih ya aku tersentuh sekali, beneran ini mah ga bohong, ternyata kebaikan
sekecil itu pun kamu masih inget, walau aku nggak tau siapa orangnya. Aku juga
lupa sih siapa aja yang pernah aku anter ke wc, soalnya kasian juga… aku
ceritanya gini aja ya, bingung jelasinnya:
A : anter ke wc yu!
B : enggak ah.
A : anterin yu ke wc!
C : enggak ah.
A : aterin ke wc yu!
aku : ayo..
Mungkin lebih tepatnya aku
itu>> yaudahlah daripada nggak ada lagi, biarinlah si ucha juga.
Tapi dulu aku nggak mikir gitu
kok, tenang aja. Ini juga bukan untuk ngejelekin kamu, cuma untuk aku
intropeksi aja.
Back to da topic, waktu aku liat
minusnya ato kekurangannya ato keburukannya Alhamdulillah nggak ada yang nulis “kurang”
ataupun “buruk” jadi aku simpulin kalau mereka nggak nulis sesuai judulnya
hehe. Yang aku liat mereka pada nulis “nyebelin”, entah karena mereka kompak
atau memang aku yang benar-benar nyebelin hehe, tapi semuanya rata-rata nulis
itu sih. Aku juga bingung, nyebelin itu kan maknanya luas banget ya, apa
mungkin bercandaan aku yang bikin kalian ketawa2 dan sakit perut itu nyebelin?
kalau karna itu, aku nggak akan bercanda lagi. apa karna hal lain? kalau kalian
bilang lebih spesifik mungkin aku akan merubahnya. Susah juga untuk menjadi
lebih baik ketika kita nggak tau sebenernya apa yang dia gak suka, karna saat
itu aku merasa fine (oke ini gak boleh di tiru ya!). Entah karena masih labil,
aku malah mikir semua sifat dan sikap aku itu nyebelin dan mereka nggak mau
lagi berhubungan (cieelah bahasanya – atuh da nggak tau apa namanya (_ _)) sama
aku lagi. Saat itu aku mulai narik diri. Sebenernya bukan cuma aku aja, ada 2
temen aku juga yang ngerasa nggak enak dan mereka benar-benar menarik diri.
Maksudnya, kalau aku masih suka latihan sama kumpul walau nggak sering2, karna
aku tau kalau aku nggak latihan atau kumpul pasti mereka yang kena hukumannya,
ya kita memang diharuskan untuk selalu kompak, dan nggak ada larangan untuk
nggak harmonis (aduh ini bahasanya hahaha).
Dan aku mutusin untuk nggak
aktif lagi, maksudnya nggak talkactive lagi. Tapi ternyata nggak bisa, karna
oranglain udah menganggap saya seperti itu. Yasudahlah, aku pikir : nanti aja
deh pas SMA aku jadi pendiemnya.
Pas SMA aku sukses jadi
pendiemnya, terbukti dengan nggak banyak orang yang kenal sama aku. Ya, memang
kenyataannya seperti itu. Ketika kita lebih memilih diam, maka apa yang mereka
ingat? Kenal si ucha ngga? Itu yang suka diem. Ah kan banyak atuh yang diem
mah, kasarnya mah tukang sasapu oge cicing hehehe. Enggak kok nggak ada yang
bilang gitu sama saya, itu imajinasi saya aja. Hehehe
Di kelas aku lebih suka
ngedengerin oranglain ngomong daripada ngomong, dan tertawa ketika mereka
melucu. Ketika tidak ada yang perlu di perhatikan, maksudnya ketika mereka
lebih ingin ngobrol dengan temannya dan bukan dengan saya, maka bukulah
satu-satunya teman saya.
Ketika mereka berbicara, aku
sering tidak berkomentar, hanya tersenyum dan mengangguk. Alasannya karena aku
tidak ingin salah berbicara dan membuat mereka benci pada saya. Tapi apa respon
mereka?
waktu mereka cerita dan aku cuma
senyum:“Kenapa sih senyum aja?”
waktu mereka cerita dan aku cuma
bilang sabar sambil pukpuk: “Bukannya ngasih solusi!” Jedaaaar! Dan aku cuma diem,
nggak tau harus ngapain. Tapi emang aku nggak bisa ngasih solusi. Hmm maaf
yaaa. Aku nyesel jadi orang yang nggak bisa ngasih solusi dan nggak tau
apa-apa.
Dan waktu itu ketika ada salah
satu teman yang ngomentarin teman yang lain, mungkin keceplosan juga, “si itu
tuh ansos banget sih”. fyi, ansos=anti sosial. Emang bukan ke saya, tapi saya
merasa kalau saya juga ansos. Sebenernya nggak niat jadi orang ansos, tapi
emang aku belum nemuin cara yang tepat, baik, dan ngebuat aku nyaman untuk
sosialisasi. Untuk temen sebangku dan beberapa temen lain yang emang lebih bisa
nerima aku sih aku bisa-bisa aja ngebebasin diri aku untuk sosialisasi. Tapi
untuk beberapa orang yang sekiranya emang aku nggak deket dan aku rasa kita
beda prinsip sih biasanya aku cuma bisa jadi pendengar yang baik. Bukan
pilih-pilih temen, aku bisa aja temenan sama siapa aja, aku cuma nggak mau
kejadian waktu SMP keulang lagi, yang aku kira mereka nyaman sama aku tapi
ternyata nggak. Kalau bilang aku ngebatesin diri aku, iya bener, jawaban yang
tepat! (punchline gibhas @ stand up comedy). Karna aku nggak mau terlalu gede
rasa dengan nganggep kalian nyaman sama aku ternyata nggak. Mungkin orang-orang
yang deket sama aku juga punya unek-unek sama aku dan nggak berani bilang, aku
cuma mau bilang makasih karna kalian menerima aku yang nyebelin ini, dan maaf
kalau aku belum bisa merubah pandangan kalian sampai saat terakhir kita ketemu.
Bukan aku tidak mau merubah
semua ini. Aku jadi semakin yakin:
Nggak selamanya diam itu emas, dan nggak selamanya talkactive itu berlian (ngarang sendiri ini mah). Yang berlebihan itu memang tidak baik.
Yang bakal aku inget: selama apa yang kamu bicarakan itu benar
dan menguntungkan bagi oranglain, maka bicaralah.
Untuk masa-masa kuliah, aku
nggak akan mengulangi kesalahan waktu SMP untuk jadi orang yang talkactive dan
nggak akan jadi orang yang pendiem kayak waktu SMA. Tapi aku akan berusaha
untuk lebih baik dengan memadukan keduanya. Akan jadi masalah ketika jalan
keluar ini tidak berhasil, terus nanti pas kerja mau kayak gimanaaaaa? hehehe
Ya intinya sih, setiap orang
pasti ada yang oranglain suka dan oranglain nggak suka. Sekiranya itu memang
merugikan mereka, maka lebih baik kita rubah, dan bukan berarti menjadi
oranglain. Tapi menjadi diri kamu yang kamu inginkan, yaitu menjadi pribadi yang
lebih baik (setiap orang pasti ingin lebih baik ‘kan?).
Terkadang kejujuran lebih
menyakitkan daripada kebohongan, dan untuk jujur mengenai keburukan seseorang
itu berat sekali karna takut melukai hatinya. Maka dari itu bersyukurlah karna
mereka telah jujur pada kamu, dengan begitu kamu akan menjadi pribadi yang
lebih baik.
Oh iya, aku punya pesen untuk
kalian yang punya unek-unek tentang kekurangan oranglain. Lebih baik nggak usah
kalian sampaikan, biar oranglain saja yang menyampaikan. Karna nggak semua
orang bisa menerima kritikan tentang sifat dan sikap mereka. Doakan saja agar
dia bisa bersama dengan orang-orang yang lebih baik, agar dia dapat
meneladaninya. Jujur, banyak banget kekurangan saya yang nggak mereka bilang,
dan itu saya sadar dari baca buku.
Mungkin untuk minta maaf karna
sifat2 dan sikap2 saya yang banyaaaak banget nyakitin orang itu bakal butuh
bertahun-tahun dan belum tentu mereka memaafkan. Aku pernah baca, minta maaf
yang baik itu ditunjukkan dengan perbuatan, minta maaflah pada Allah dan
mohonkan kebaikan pada orang-orang yang pernah engkau dzalimi, semoga kebaikan
selalu menyertainya. Aamiin.
Note: aku bukan orang yang suci atau sok suci, tapi aku sedang
berusaha untuk menjadi lebih baik dari aku sebelumnya. dan maafkan aku bila
esok hari aku masih mengulanginya, bukan karna tidak ingin merubahnya, tapi mungkin
aku sedang lupa. terimakasih jika ketika itu kamu akan memakluminya. jika itu
berlebihan, maka jangan segan untuk menegur aku, karna sesungguhnya engkau
sedang menyelamatkan aku.
Ini hanya pendapatku saja,
kalian boleh setuju atau tidak. Seperti biasanya ketika aku mengungkapkan
pendapatku, aku akan bilang: jangan di
telen mentah-mentah. pikirin dulu, cerna baik-baik. gak semuanya yang aku
ucapin itu bener dan baik buat kamu. karna biasanya, beda orang maka beda solusi.
terimakasih sudah membaca ^_^
2 comments:
iya, itu ada benarnya juga.
tapi menurut hemat saya, ketika marah itu lebih baik jangan hanya diam, lebih baik melakukan hal-hal positif, misalnya bersih-bersih rumah hehe. karna diam hanya akan meningkatkan intensitas kemarahan itu sendiri. kalau cape kan mudah-mudahan marahnya juga ikut nguap sama keringet kita hehe :O
itu sih pendapat saya. wallahualam bi sawab.
nice story ^^
Post a Comment